Majelis
Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menjatuhkan vonis 16 tahun penjara dan
denda Rp 1 miliar kepada Luthfi Hassan Ishaq (LHI). Mantan Presiden
Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu divonis bersalah 16 tahun penjara
dengan denda 1 miliar rupiah subsider 1 tahun, terkait perkara suap
pengurusan kuota impor daging sapi di Kementerian Pertanian serta dugaan
pencucian uang.
Majelis
Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi yang diketuai Hakim Gusrizal
Lubis, Senin (9/12) kemarin menyatakan Lutfi terbukti menerima uang suap
senilai Rp 1,3 miliar melalui Ahmad Fatonah yang sebelumnya telah
divonis 14 tahun penjara dan denda 1 miliar rupiah subsidair 6 bulan
penjara.
Ada
tiga poin yang disebutkan majelis hakim dalam menjatuhkan hukuman berat
terhadap LHI. Pertama, perbuatan LHI makin meruntuhkan kepercayaan
masyarakat pada parlemen. Kedua, LHI dianggap memberikan kesan buruk
bagi PKS yang adalah partai dakwah. Ketiga, sebagai pejabat LHI tidak
bisa memberikan contoh baik kepada masyarakat luas.
“Harusnya
(dia) bisa menjadi contoh pejabat yang rajin melaporkan harta kekayaan
dan gratifikasi yang diterima,” kata Ketua Majelis Hakim Gusrizal dalam
sidang pembacaan putusan vonis LHI pada hari Senin tanggal 9 Desember
2013 kemarin.
Selanjutnya
majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menyebutkan bahwa uang 1,3
miliar rupiah yang telah diterima LHI merupakan uang muka dari komisi
yang dijanjikan sekitar 40 miliar rupiah dari PT Indoguna Utama Maria
Elizabeth Liman. Maria meminta Lutfi untuk membantu pengurusan
penerbitan rekomendasi dari Kementan atas permohonan penambahan kuota
impor daging sapi sebanyak 8 ribu ton.
Dalam
amar putusan, hakim menyampaikan beberapa hal yang membuat yakin
memvonis berat LHI. Seperti soal permintaan fee Rp 5 ribu per kg dari
setiap daging impor. Seperi diberitakan, saat Fathanah menyampaikan
prospek keuntungan itu kepada LHI, langsung direspons dengan permintaan
10 ribu ton daging sapi.
Jika
dikalkulasi, nanti akan dapat keuntungan Rp 50 miliar. Entah untuk
melindungi LHI atau apa, saat itu Fathanah bilang obrolan itu hanya
bercanda. Namun, para hakim sepakat kalau obrolan itu serius. “Diucapkan
dengan serius. Tanpa bercanda,” tegas hakim.
Contoh
lainnya adalah, setelah tahu akan mendapat uang, LHI membantu Dirut PT
Indoguna Maria Elisabeth Liman supaya bisa bertemu dengan Menteri
Pertanian Suswono. Bahkan, LHI sampai menjadi pemimpin untuk
memfasilitasi pertemuan itu. Hakim bersikap kalau Maria tidak akan
memberikan uang kalau tidak ada keterlibatan terdakwa.
Soal
fakta tidak adanya pengurusan daging impor yang gol, hakim tidak
mempermasalahkan hal itu. Mereka menilai itu bagian dari maksud
selanjutnya dan tidak perlu dicapai untuk membuktikan adanya konspirasi
kejahatan atau tidak.
Yang
terpenting lagi, hakim juga mempermasalahkan lihainya LHI
menyembunyikan hartanya. “Disebutkan dalam LHKPN tidak memiliki
pendapatan lain diluar gaji DPR. Tetapi, nyatanya ada pendapatan lain,”
imbuh hakim. Menurut saksi ahli, langkah tersebut termasuk usaha
menyembunyikan kekayaan. Ditopang dengan bukti bahwa beberapa asetnya
seperti rumah dan kendaraan atas nama orang lain.
Versi
hakim, apa yang dilakukan LHI klop dengan apa yang ada di UU Tindak
Pidana Pencucian Uang (PPU). Modus lainnya, membeli rumah atau kendaraan
tetapi tidak di balik nama dirinya.
Bukti
telak lainnya adalah LHI menerima hadiah mobil, tetapi tidak
dilaporkan. Padahal, penyelenggara negara dilarang betul menerima
gratifikasi. Ada rekening BCA yang tidak dimasukkan ke laporan kekayaan
LHI, padahal itu sudah digunakan sejak lama sebelum LHKPN dibuat.
Pengadilan
Tipikor juga mencatat lalu lalang keuangan LHI dari medio April 2012
hingga awal 2013. Total ada Sekitar 10 miliar uang yang keluar masuk
melalui rekening LHI yang pengeluarannya terutama banyak untuk membeli
berbagai kendaraan (mobil) mewah.
Majelis
Hakim Tipikor menilai apa yang disampaikan oleh saksi meringankan LHI
juga tidak cukup untuk membebaskan dirinya. Sebab, mereka dinilai kurang
bisa membuktikan segala sesuatunya. Seperti pembelian mobil Volvo atau
VW Caravelle. Hakim juga tidak menemukan tindakan pembenar dan pemaaf
dalam diri terdakwa LHI.
Meski
demikian, vonis tersebut lebih ringan dari tuntutan jaksa. Seperti
diketahui, LHI dituntut 18 tahun penjara. Selain itu, hakim juga tidak
sepakat soal mencabut hak politik LHI. Alasannya, itu terlalu berlebihan
karena pidana penjara yang lama cukup membuat masyarakat bisa
menyeleksinya saat akan terjun politik lagi.
Meski
kompak dalam memutus korupsi, ada dua hakim yang beda pendapat. Mereka
adalah Joko Subagyo dan I Made Hendra yang tidak sepakat penyidik KPK
melakukan penuntutan pencucian uang terhadap LHI.
Analisis Pertimbangan Hakim
Apa
dasar pertimbangan majelis hakim ? Tidak jelas dan tidak dapat diterima
secara logika hukum. Majelis hakim memasukan berbagai unsur yang tidak
relevan dalam pertimbangan amar keputusuan vonisnya seperti Lutfhi
Hassan dinilai majelis hakim telah merusak citra islam dan PKS sebagai
partai dakwah. Padahal dalam kasus LHI, tidak disebutkan perbuatan LHI
yang mana yang telah merusak citra Islam dan PKS kecuali 'dugaan' hakim
bahwa LHI telah menerima uang suap 1.3 miliar dari fatonah yang diduga
hakim (lagi2 dugaan hakim) merupakan bagian dari keseluruhan total suap
40 miliar rupiah yang dijanjikan fatonah untuk LHI. Serta perbuatan LHI
yang melakukan jual beli kendaraan / mobil mewah sebagai tindak pidana
pencucian uang oleh LHI.
Bahwa
Fakta yang sesungguhnya merusak citra PKS dan islam itu adalah KPK. Kok
KPK ? Ya benar KPK . Karena KPK lah yang menciptakan panggung, aktor
dan sutradara bagi fatonah dan puluhan wanita muda cantik yang disebut -
sebut sebagai istri - istri fatonah. KPK beralasan memanggil dan
memeriksa semua wanita muda cantik itu dalam rangka mengumpulkan bukti
tindak pidana pencucian uang yang dituduhkan kepada fatonah. Akibatnya,
selama berbulan - bulan KPK menjadi sumber berita negatif yang
mengakibatkan hancurnya citra PKS sebagai partai islam dan imbasnya juga
merusak islam yang dikenal sebagai agama yang tegas dalam ajarannya
mengharamkan perbuatan zinah, korupsi, hedonarsis, riya dan foya-foya.
Bahwa
tidak jelasnya pada putusan majelis hakim pengadilan tipikor mengenai
pemisahan vonis untuk kejahatan korupsi dan vonis untuk kejahatan
pencucian uang yang dilakukan LHI.
Bahwa
terdapat dua hakim dari tiga majelis hakim tipikor yakni Joko Subagyo
dan I Made Hendra yang tidak sepakat atau menolak kewenangan KPK
menyidik dan menuntut LHI dalam kasus tindak pidana pencucian uang.
Meski
demikian, kenapa majelis hakim 'sepakat' dengan vonis bersalah untuk
LHI dan hukuman 16 tahun penjara ini ? Ada apa dibalik vonis majelis
hakim tipikor yang penuh dengan celah kelemahan dan caacat dalam
pertimbangan hakim ini?
Rumor
mengenai adanya operasi intelijen dibalik kasus Ahmad Fatonah dan
Lutfhi Hassan Ishaq yang bertujuan menghancurkan citra PKS sebagai
partai Islam terbesar di Indonesia semakin dengan kenyataan. Investigasi
Asatunews.com akan mengungkap semua fakta dibalik sukses besar misi
operasi intelijen yang melibatkan Ahmad fatonah atau Ahmad Olong Fadeli
Luran sebaga aktor utamanya.
Siapa
saja pelaku dan otak operasi intelijen untuk penghancuran PKS ini?
bagaimana operasi intelijen ini direncanakan dan dilaksanakan? apa peran Sjahril Johan, AH Hendropriyono, TB Silalahi, Syamsir
Siregar, Abraham Samad, Bambang Wdijajanto, KPK, dan seterusnya ?
Investigasi asatunews.com akan membeberkan semuanya.(Bersambung)
sumber : asatunews.com
0 komentar:
Posting Komentar