Pengamat politik Islam
dari Universitas Indonesia, Dr Yon Mahmudi memprediksi partai-partai politik
yang berbasis keummatan (Islam) berpeluang membangun koalisi membangun
pemerintahan yang kuat dengan memajukan pasangan calon presiden dan wakil
presiden pada Pilpres 2014.
Lebih jauh Yon Machmudi
mengatakan koalisi partai keummatan bisa menjadi salah satu alternative koalisi
dan yang terpenting memiliki kedekatan ideologis. Serta konstituen
partai-partai ini cenderung mudah dimobilisasi karena adanya ikatan emosional
dan ideologis dengan partai.
Mencermati koalisi yang
akan terjadi, aspek-aspek teoritis pun wajib dicermati oleh beberapa partai
politik pelaku koalisi, menyandingkan aspek teoritis bersama latar belakang
koalisi strategis tadi, akan membentuk koalisi yang kuat, bertahan lama dan
berorientasi kepada kebijakan yang memihak rakyat. Menurut Arend Lijphart
(1984:48-49) di Indonesia ini ada empat teori yang memungkinkan untuk diterapkan,
yaitu :
1. Minimal Winning Coalitions, Prinsip dasar dari koalisi ini adalah
maksimalisasi kekuasaan atau sebanyak mungkin memperoleh kursi di cabinet dan
mengabaikan partai yang tidak perlu. Koalisi tersebut dibentuk tanpa terlalu
memperdulikan posisi partai dalam spectrum ideologi (Cipto, 2000 : 25)
2. Minimum Size Coalitions, koalisi ini terbentuk bila suatu partai yang
memperoleh suara terbanyak akan mencari partai yang lebih kecil untuk sekedar
mencapai suara mayoritas (Cipto, 2000 : 25)
3. Bargaining Propotion Coalitions, prinsip koalisi ini adalah memudahkan proses
negoisasi dan tawar menawar karena anggota atau rekanan koalisi hanya sedikit.
Akan tetapi jumlah rekanan koalisiyang sedikit bukan merupakan jaminanan bahwa
koalisi akan berjalan lancar tanpa gangguan (Cipto, 2000 : 26)
4. Minimal
Range Coalitions, dasar dari koalisi ini
adalah kedekatan pada kecenderungan ideologis memudahkan partai-partai
berkoalisi membentuk kabinet (Cipto, 2000 : 26)
Prediksi para pengamat
paling tidak ada tiga koalisi yang paling yang akan terbentuk pada pilpres 2014
yaitu:
1. Koalisi Pertama: PDIP (19.0%) dan Gerindra (11,80%) koalisi
partai oposisi
2. Koalisi Kedua: Golkar (14,30%), Demokrat (9,60%) Hanura (5,50%)
dan Nasdem (6,90%) koalisi partai besar
3. Koalisi Ketiga yaitu PKS (6,90%), PKB (9,20%), PAN (7,50%) dan
PPP (6,70%)koalisi partai tengah (Poros Keummatan) *(Catatan:
data perolehan suara sifatnya sementara yang bersumber dari detik.com (quick
count) per 10 April 2014.)
Tiga bentuk koalisi ini sangat menarik dan proporsional jika
berlanjut pada Pilpres mendatang karena didukung oleh candidat capres masing
masing partai yang kredibel dan kuat. Koalisi partai oposisi memilki
Jokowi dan Prabowo yang sudah lama digadang-gadang. Koalisi
partai besar memiliki Abu Rizal Bakrie, Dahlan Iskan, Wiranto dan
Surya Paloh yang juga sudah diorbitkan sejak lama.Koalisi partai
tengah tidak kalah kuatnya karena telah memiliki calon calon presiden
yang tidak kalah polpulernya yaitu Anis Matta/Hidayat Nur Wahid/Ahmad Heryawan,
Mahfudz MD dan Hatta Rajasa dan yang lainya.
Secara garis besar hanya akan ada dua poros strategis yaitu poros
keummatan dan poros nasionalis sekuler. Pembentukan koalisi tidak
ubahnya peristiwa lamar-melamar dalam proses pernikahan. Harus ada pelamar dan
harus ada yang dilamar. Pelamar biasanya lebih aktif dan akan memimpin bahtera
rumah tangga nantinya, sedangkan yang dilamar selalu dikondisikan pasif dan
lebih banyak menunggu. Pelamar adalah sosok yang akan menjadi tulang punggung
sedangkan yang dilamar akan menjadi tulang rusuk.
Selama ini poros keummatan
selalu digambarkan sebagai gadis cantik yang siap untuk dilamar oleh poros
nasionalis sekuler. Sehingga poros keummatan hanya dijadikan pendamping saja.
Bila kurang diperlukan dapat ditalak kapan saja.Fenomena ini dapat kita
saksikan pada koalisi poros keummatan ketika partai demokrat memimipin setgab
koalisi. Salah partai poros keummatan yang sangat kritis dan menyadari ini
barulah PKS. Sehingga PKS menyatakan pada pilpres 2014 siap memimpin koalisi
atau siap memimpin oposisi.
Poros Keummatan dan kenegaraan harus menjadi
otak, hati dan tulang pungung Indonesia
Indonesia adalah Negara yang majemuk. Negara yang besar dan
mempunyai keanekaragaman potensi apabila bisa disatukan dalam satu barisan yang
kuat dan stabil. Indonesia ini besar, tidak hanya bisa dipimpin oleh satu
kelompok saja semua anak bangsa harus bergandeng tangan saling bekerjasama
dengan rasa cinta, kerja cerdas dan keras dalam harmoni dalam kebersamaan.
Kita adalah suatu bangsa yang bernama Indonesia. Bangsa ini telah
melampaui identitas-identas kelokalannya memilih satu identitas Indonesia. Kita
sedang merancang nasib kita sendiri. Kita sedang menentukan peta jalan sejarah
hidup kita sendiri. Indonesia saat sekarang ini harus bisa memberikan
sumbangsih bagi peradaban dunia. Indonesia adalah salah satu dari sedikit bangsa yang lahir dari klaim-klaim
primordialnya. Karena beban berat tidak bisa kita pikul sendiri.
Pemilu 2014 secara umum semua partai tidak ada yang mendapatkan
suara yang dominan. Rata-rata perolehan partai 7-15%, rata-rata merupakan partai
menengah. Sehingga dalam pemilihan presiden mau tidak mau partai-partai harus
mengadakan koalisi dalam system presidensial agar kuat diparlemen untuk
menjalankan agenda-agenda pemerintahannya.
Selain itu, koalisi ini
harus mampu menghilangkan kegalauan Indonesia. Mengajak rakyat untuk
tetap optimis, tidak menjual kecemasan walau masih banyak masalah yang belum
kita selesaikan. Indonesia bukanlah Negara yang teramat miskin dan
porak-poranda. Secara umum kita telah menyelesaikan besar masalah kebutuhan
hidup yang layak rakyat kita. Indonesia adalah Negara menengah yang harus bisa
melompat lebih tinggi yang akan membawakan kesejahteraan dan mewujudkan
keadilan dan kesejahteraan yang lebih luas dan merata.
Perkembangan dunia yang yang semakin flat (datar) dan pasar
bebas, dalam waktu dekat ini AFTA (ASEAN Community 2015).Indonesia harus bisa
berperan dalam perkembangan peradaban dunia. Menentukan arah pertumbuhan
ekonomi, mempengaruhi dan menjadi teladan dalam mengatur aktivitas sosial
politik dan kebudayaan serta ikut menjaga stabilitas keamanan dunia.
Intinya Indonesia harus menjadi pemimpin negerinya sendiri dan
berperan aktif dalam pergaulan dunia baik regional maupun internasional. Indonesia
harus bisa membagi berkah dan rahmah bagi dunia internasional.
Poros koalisi keummatan dan kenegaraan ini harus mampu menjadi
otak, hati dan tulang punggung
Indonesia. Kita perlu memiliki mimpi besar dan menulis peristiwa besar dalam
sejarah kebangsaan kita. Maka poros keummatan dan kenegaraan inilah yang akan
menulis, menentukan sejarah dan masa depan Indonesia serta bertanggungjawab
mengeksekusinya. Koalisi inilah yang akan bergandeng tangan dan memikul beban
berat keindonesiaan bagi kontribusi kebaikan dunia.
Syarat-Syarat terbentuknya poros keummatan dan
kenegaraan yang kuat
ada beberapa persyaratan yang harus dipunyai poros keummatan untuk
menjadi otak, hati dan tulang punggung Indonesia:
1 Lapang dada untuk menentukan tokoh yang akan
diusung menjadi calon presiden dan wakil presiden.
2. Ada minoritas kreatif di parlemen
3. Pandai membangun hubungan dengan kelompok
kepentingan (corparatist group relations) aktor ekonomi, buruh, pebisnis,
pengambil kebijakan.
4. Memberikan ruang perbedaan untuk kompetisi antar
kelompok kepentingan (pluralist interest group relations)
5. Mempunyai basis massa yang jelas, mudah
dimobilisasi sesuai dengan bahasa zaman dan tuntutannya.
Geopolitik Partai-partai di Indonesia
Pemilu 2004 telah mengikis kuatnya polarisasi politik aliran di Indonesia. Polarisasi politik berdasarkan ideology tidak lagi
menyebabkan ketegangan di Indonesia. Karena hampir seluruh partai di Indonesia
berbasis umat Islam. Jadi ketegangan antara Islam, Modernitas dan
ke-Indonesiaan telah selesai.
Partai-partai semuanya menjadi lebih terbuka. Partai berbasis islam
menjadi lebih terbuka dan partai berbasis nasionalis selalu mempunyai sayap
keislaman. Secara umum geopolitik partai di Indonesia dibagi dalam tiga alur
saja. Ada tiga kelompok kekuatan politik. Masih seperti di orde baru yaitu
kelompok sayap kiri (bantengis) kelompok sayap kanan (Bintangis) dan kelompok
menengah (beringinis).
Sayap kiri mempunyai sifat
psikologis yang selalu was-was terhadap potensi munculnya perbedaan berdasarkan
latarbelakang agama atau peletakan posisi agama khusus agama Islam dalam tatanan
konstitusional Negara. Derivate dari kelompok ini adalah PDIP, Gerindra, Nasdem dan PKPI. Atau jamak mereka
disebut nasionalis sekuler.
Sayap Kanan mempunyai sifat psikologis menilai kekuatan politik
menyatakan bahwa agama merupakan bagian tidak terpisahkan dari roh dan semangatkebangsaan
Indonesia maka harus menjadi pondasi konstitusional Negara. Derivate dari sayap
kanan ini adalah PPP,PKS, PBB, PAN, dan PKB.
Sedangkan sayap menengah mempunyai sifat psikologis kekuatan
politik dan agama merupakan bagian yang tidak terpisahkan yang diperlukan
adalah negosiasi antara politik dan agama dalam membangun pondasi konstitusional
Negara. Derivate sayap menengah ini adalah Golkar dan Hanura.
Sayap kanan dan sayap menengah ini biasa disebut dengan nasionalis
religius. Sayap kanan dan menengah inilah yang berpotensi membentuk koalisi poros
keumatan dan kenegaraan.
Sifat alamiah psikologis partai-partai ini secara spesifik bisa
kita jelaskan sebagai berikut:
1. Golkar dengan jargon Golkar barunya sudah sangat
berubah dengan sifat psikologis Golkar di zaman Orde Baru.
2. PKB merupakan intelektual muslim yang terfilter
dari basis massa NU
3. PAN merupakan intelektual muslim yang terfilter
dari basis massanya Muhammadiyah.
4. PKS adalah anak biologis dan anak ideologis
reformasi 1998. (anak kandung reformasi)
5. PBB adalah basis massa dari partai masyumi
modern yang mempunyai ide-ide yang brilian mengenai Islam dan kebangsaan.
6. Hanura adalah Inti dari hati nurani Golkar.
Analisis Rekomposisi koalisi besar Poros
keummatan dan kenegaraan
Pertama, poros keummatan dan kenegaraan yang ideal. Golkar, PKB, PAN,
PKSPBB, Hanura dan PBB. Sekitar 70%
suara.
Kedua, PKS, PPP,PAN,PKB dan PBB sekitar 32%
Ketiga, Golkar, PKS dan Hanura
sekitar 30%.
Formasi diatas adalah konfigurasi pendekatan ideal terbentuknya
poros keummatan dan kenegaraan. Selain kemungkinan ini masih ada kemungkinan
formasi lain yaitu tidak terkutubnya koalisi yang akan terjadi.
Epilog
Indonesia saat sekarang ini harus sudah menjemput takdirnya untuk
menjadi lokomotif peradaban dunia. Kepentingan bangsa, ummat dan Negara diatas
segalanya. Poros koalisi keummatan dan kenegaraan ini harus bisa berdiri diatas
segala golongan. Tidak hanya menjadi payung, tenda besar tapi harus menjadi
rumah besar bagi seluruh rakyat Indonesia. Politik adalah lapangan untuk
bermain bukan untuk saling memerangi antar anak bangsa. Kekuatan riil politik
saat sekarang ini bertumpu pada pelayanan kepada rakyat.
Hal yang menarik dari kemenangan meyakinkan dari AKP yang meraih
49% di Pemilu30 Maret 2014 lalu, adalah para pejabat publiknya yang
berlomba-lomba menunjukkan kekonsistenan pelaksanaan kebijakannya selama
memimpin, bukan sekadar menjalankan program yang sifatnya temporer menjelang
pemilu saja. Contohnya adalah walikota Ankara, ibukota Turki, yang konsisten
membangun metro sehingga saat ini terdapat 3 jalur metro selama masa
kepemimpinannya. Istanbul bahkan memiliki 5 jalur.
Ketidakkonsistenan pejabat publik akan dimanfaatkan dengan cepat
oleh lawan politiknya, bukan untuk dijatuhkan namanya, namun untuk dipraktekkan
di daerah kepemimpinannya. Di sinilah terlihat, kompetisi dalam demokrasi
membawa hikmah bagi masyarakat.
Salah satu partai yang sangat mungkin menjadi perekat dalam poros
koalisi keummatan dan kenegaraan ini adalah PKS. Alasannya mereka adalah
kelompok yang sangat berlapang dada dan terbukti mampu bertahan di tengah
badai. Kepemimpinan ke depan memerlukan orang-orang yang teruji dalam kesulitan
lalu mereka bisa melaluinya dengan baik. Mereka senantiasa memberikan berkah
dan rahmat kepada semua orang. Mereka tidak besar. Karena peradaban besar tidak
dibangun oleh banyak orang tapi oleh sedikit orang. Arnold Toynbee menyebutnya
“Minoritas Kreatif”.
Esensi dari politik persis seperti yang dijalankan PKS, masuk ke bidang politik atau demokrasi adalah
semata-mata menjadi pelayan masyarakat untuk meraih ridho Allah, insyaa Allah.
Dan saat ini, dengan meratanya kekuatan partai politik, kartu truf pilpres RI ada di tangan PKS. Karena ketika
menghadapi badai rekayasa politik, PKS berdiri sendirian. Sehingga saat seperti
sekarang ini bagi PKS adalah masa yang paling tidak memiliki beban psikologis
apapun untuk menentukan langkah ke depan. Bisa fokus amar ma’ruf nahi munkar di oposisi, namun jika
kader terbaik PKS diajukan sebagai Capres* untuk membentuk koalisi,
platform PKS yang menekankan AYTKTM (Apapun Yang Terjadi Kami Tetap melayani)
sebagai harga mati, mutlak untuk di-bargain-kan baik ke
luar maupun ke dalam.