Umat Islam di seluruh dunia baru
saja memperingati Tahun Baru 1435 Hijriah. Pelajaran terpenting dari peristiwa
Hijrah Rasulullah Saw 14 abad yang lalu adalah keberanian untuk mengambil
sikap. Hijrah bukan hanya dari segi fisik, berpindah dari kota Mekah ke
Madinah, namun juga berubah sikap: dari kejahiliyahan/kegelapan menuju
keimanan/pencerahan hidup.
Untuk memenuhi agenda besar itu,
maka Nabi Muhammad Saw melakukan perencanaan dan persiapan matang, meskipun
banyak orang tak mengetahui atau menyadarinya. Menurut penulis kitab Fiqh
Shirah Nabawiyah, Syekh Ramadhan al Buthi, perencanaan itu mulai dari rute yang
akan ditempuh, kawan yang akan diajak perjalanan, orang yang ditugaskan untuk
mengganti posisi Rasulullah di rumah sebagai penyamaran, penyediaan bekal
perjalanan, hingga penunjuk jalan.
Momentum hijrah itu dengan segala
karakteristiknya telah menjadi sunnah hasanah yang patut diteladani kaum
Muslimin hingga akhir zaman. Tak ada sebuah program atau agenda dakwah yang
akan sukses tanpa perencanaan matang dan rinci. Termasuk dalam kegiatan
organisasi pada umumnya, aspek perencanaan didahulukan untuk memobilisasi
sumber daya agar tepat sasaran dan tujuan.
Jika ada ide agar aktivitas dakwah
dilakukan secara spontan, tanpa perencanaan (No plan), pilihan (No choice), dan
cadangan (No backup), maka itu hanya terjadi situasi khusus/darurat yang
membutuhkan improvisasi dan proteksi berlapis-lapis demi keamanan operasi.
Tetapi, Sunnah Nabawiyah yang berlaku umum/generik adalah persiapan detil dari
awal hingga akhir, di samping membuka kemungkinan terjadi revisi atau adaptasi
sejalan dengan perkembangan lingkungan.
3 (Tiga) Langkah Besar
Demi keberhasilan dakwah, perlu
diperhatikan tiga langkah penting, yaitu:
1. Need choice
Sebagai Kader dakwah, setiap aktivis
harus punya pilihan sikap dalam mencapai tujuan yang telah disepakati. Harus
optimis untuk bersama-sama memenangkan Agenda Dakwah di berbagai aspek. Antara
lain, menjelang Pemilihan Umum di Indonesia tahun 2014, perlu dikawal:
Kepemimpinan Nasional seperti apa yang harus dikawal dan didorong.
Kita menyaksikan bangsa Indonesia
kembali mengalami Krisis Kepemimpinan di level nasional setelah 15 tahun
Gerakan Reformasi bergulir. Jika dibiarkan sembarang figur tampil sebagai
Pemimpin Nasional, maka kondisi bangsa mungkin akan kolaps dan aspirasi umat
Islam (komponen mayoritas) akan terbengkalai. Kita ingin memastikan masa depan
Indonesia akan semakin solid dan maju di bawah kepemimpinan baru dan agenda keumatan
berjalan sesuai tahapannya.
Dalam konteks itu, tiap Aktivis
perlu menentukan sikap dan pilihan, tak bisa netral dan ragu-ragu. Konsistensi
sikap itu yang menjadi prasyarat keberhasilan.
2. Need Plan
Jelas sekali, dibutuhkan Rencana
Besar untuk memenangkan pertarungan besar agar pilihan yang sudah ditetapkan
tercapai. Agar agenda dakwah digerakkan oleh seluruh elemen dakwah, maka perlu
dipersiapkan 4 langkah taktis:
a. Mengajak diri sendiri sebagai
elemen dakwah agar senantiasa konsisten. Kita masih seperti yang dulu, tidak
akan berubah sikap sebagai kader yang yakin, bahwa kemenangan tak akan tercapai
tanpa berjamaah (berorganisasi) dengan baik. Yang perlu dilakukan adalah
memperbaiki kesalahan (corrective action) dan menegaskan komitmen bahwa tiap
orang akan mendapat reward and punishment sesuai dengan capaian/kesalahannya.
b. Meyakinkan kembali para anggota
keluarga, teman dekat serta rekan kerja yang pernah bersinggungan dengan
dakwah, bahwa kita adalah satu dan terus bergerak bersama karena kita mencintai
semuanya karena Allah.
c. Bersilaturahim dengan komponen
dakwah lainnya dan masyarakat muslim lainnya untuk berjuang dan bergandeng
tangan dalam mengartikulasikan kepentingan umat, antara lain warga NU,
Muhammadiyah, Persatuan Islam, PUI, kalangan pesantren dll.
d. Memohon maaf atas segala
kekhilafan serta terus melayani sepenuh hati terhadap segenap komponen
masyarakat, baik mereka yang simpati, antipati maupun kelompok pembenci
sekalipun. Kita harus berani menyatakan secara kesatria: “Kami adalah manusia
biasa yang penuh alfa dan dosa serta berusaha hadir untuk semua demi mewujudkan
cita-cita Indonesia yang Adil, Sejahtera dan Bermartabat”.
3. Need Backup
Gerak seluruh komponen dakwah, baik
Qiyadah dan Kader, harus seiring dan seirama untuk bersama-sama mendekatkan dan
meningkatkan hubungan dengan Allah SWT dalam berbagai kesempatan. Qiyadah dan
Kader serta seluruh komponen Masyarakat Indonesia bersama-sama melakukan
perubahan, memang ada kesalahan individual, namun tak mustahil terjadi
kekeliruan kolektif karena membiarkan individu tertentu tanpa kontrol.
Kontrol dan koreksi diperlukan dalam
setiap pelaksanaan. Bila ada penyimpangan, maka harus segera diluruskan.
Bahkan, jika terjadi perubahan situasi dan kondisi yang mendasar, maka
perubahan rencana dapat dilakukan. Di sinilah urgensi sistem cadangan (back up)
untuk mengantisipasi dinamika tak terduga.
Tragedi perang Mu’tah memperlihatkan
kondisi buruk yang tak pernah diperkirakan sebelumnya, ketika tiga komandan
pasukan Muslim berguguran secara berurutan: Zaid bin Haritsah, Ja’far bin Abi
Thalib dan Abdullah bin Rawahah. Pergantian posisi komando itu sudah
diisyaratkan Rasulullah dalam pesan sebelum pertempuran. Di ujung situasi
kritis, akhirnya tongkat komando dipegang Khalid bin Walid yang memutuskan
untuk kembali ke markas pertahanan. Dari sanalah disusun rencana alternatif
untuk menuntaskan misi perjuangan.
Semoga Allah berkenan menerima
segala taubat serta amal saleh kita semua. Karena Dia-lah yang memberikan
kekuatan dan keberkahan dalam perjuangan panjang.
Semoga Indonesia yang kita cintai
bersama menjadi Negeri yang sejahtera dan dilindungi dari segala marabahaya.
Peristiwa Hijrah mengingatkan kita sekali lagi, bahwa strategi pemenangan
dakwah membutuhkan pilihan sikap (Choice), perencanaan matang (Plan) dan
rencana cadangan (Back Up) bila ada situasi tak terduga.[dakwatuna]
Muhammad Idrus