JAKARTA -- Sejarah konstitusi Indonesia tak pernah lepas dari
nilai-nilai Islam. Dari lima konstitusi yang pernah digunakan bangsa
ini, semuanya mengakomodir dan terbuka untuk implementasi islam secara
luas.
Nilai-nilai Islam menempati posisi sendiri dalam konstitusi
Indonesia. Sehingga dalam kehidupan berbangsa moderen di masa kini,
Islam dan negara menjadi dua hal yang berhimpitan.
''Jadi bukan lagi saatnya untuk menghadapkan Islam dan negara. Sebab
Undang-Undang Dasar 1945 sangatlah Islami,'' kata Ketua Mahkamah
Konstitusi Hamdan Zoelva, dalam seminar internasional hukum di UIN
Jakarta, Rabu (11/12).
Ia memaparkan, konstitusi merupakan kesepakatan bersama warga negara
yang paling tinggi dan menjadi pedoman penyelenggaraan kekuasaan negara.
Konstitusi juga menjadi rujukan dan sumber hukum negara.
Memahami konstitusi, kata Hamdan, lebih luas dari sekadar membaca
teks. Penjelasan dan risalah serta sejarah lahirnya sebuah pasal harus
juga dimengerti agar tak ada kesalahan dalam memahami suatu pasal.
Indonesia pernah menggunakan lima konstitusi dalam perjalanannya.
Yang pernah dan masih berlaku hingga saat ini adalah UUD 1945. Pasca
kemerdekaan pada 1949-1950 Indonesia pernah menggunakan konstitusi RIS
dan UUDS pada 1950-1959.
Walau hilang poin federasi dari dalamnya, tapi jaminan kebebasan
beragama tetap termaktub. Hingga akhirnya dikeluarkan Dekrit Presiden 5
Juli 1959 yang mengembalikan falsafah bangsa ini kepada UUD 1945.
Nilai syariat Islam sangat terasa dalam sejarah awal pembentukan
dasar negara ini. Intisari pidato para tokoh bangsa dalam pertemuan
BPUPK 29 Mei hingga 1 Juni 1945 akhinya melahirkan Piagam Jakarta.
Piagam tersebut, ujarnya, pernah menjadi kesepakatan bersama pemimpin
serta tokoh nasional dan dibela betul oleh Sukarno. Perbedaan pendapat
yang alot akhirnya membuat Piagam Jakarta direvisi pada rapat PPKI 18
Agustus 1945 demi menjaga keutuhan pasca kemerdekaan.
Sebagai konsekuensi, sila pertama 'Ketuhanan Yang Maha Esa' dapat
berbeda sesuai pemahaman ajaran agama masing-masing. Dalam Islam,
'Ketuhanan Yang Maha Esa' adalah konsep tauhid.
''Hanya atheisme yang tidak bergabung. Seban pancasila tidak memuat
dan mencakup itu,'' kata Hamdan, yang kemudian disambut tepuk tangan
hadirin seminar.
*republika.co.id
0 komentar:
Posting Komentar