Jumat, 11 April 2014

Kampanye Terselubung di Hari Pencoblosan

JAKARTA –  Center for Indonesian Reform (CIR) memprotes keras iklan politik terselubung yang dilakukan pada hari tenang dan pencoblosan. Iklan terselubung tersebut adalah iklan produk sepatu New Era.

Menurut Direktur Eksekutif CIT Sapt Waluyo, pada iklan New Era menggunakan kalimat jualan 'Pilih yang HEBAT', padahal pada iklan aslinya kalimat jualannya adalah 'Terbukti yang Terbaik'.
Iklan sepatu "Pilih New Era HEBAT" berasosiasi dengan slogan PDIP "Indonesia HEBAT" . Apalagi jika diamati dengan seksama jenis huruf.  Font, dan warna hurufnya sama, identik.

Ditambah dengan suara berulang-ulang memberi sugesti. Iklan tersebut bukan hendak menjual sepatu, namun memasarkan pesan politik dengan cara canggih dan persuasif.

“Komisi Penyiaran Indonesia dan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia harus mengusut, karena iklan tersebut telah melanggar hak publik untuk mendapat info yang benar dan obyektif," jelas Sapto.
Sementara itu pengamat politik dari Universitas Indonesia, Dr. Yon Mahmudi, melihat gejala negatif yang akan merusak iklim kebebasan bagi pemilih.

 "Sebenarnya kalau produsen sepatu itu punya kecenderungan politik silakan saja, tapi disalurkan dengan cara yang benar. Misal jadi donatur dan diumumkan secara tetbuka. Jika itu perusahaan terbuka, maka pemegang saham bisa bertanya: apa motifnya? Tapi, karena iklan terselubung maka bisa mengecoh pemirsa," ungkap Yon, dosen Fakultas Ilmu Budaya (FIB) UI.

Menurut Yon, bukan cuma KPI dan YLKI yang harus mengusut, tapi KPU dan Bawaslu juga harus bertindak, karena iklan itu diluncurkan di masa tenang dan pencoblosan yang sangat sensitif.

"Jika terbukti partai tertentu mendapat keuntungan dari iklan politik terselubung, maka capaian suaranya cacat prosedural dan moral. Namun, harus kita akui posisi Bawaslu amat lemah dalam mengawasi pelanggaran parpol. Hanya berani dengan partai menengah dan kecil. KPI dan Dewan Pers juga tak bergigi menghadapi kampanye media besar yang pemodalnya dikuasai kaum politisi," papar Yon.

Karena itu, Yon mendesak regulasi yang lebih keras/ketat dalam pengaturan kampanye dan pembiayaan partai politik. Semua pihak yang melanggar harus dihukum setimpal.

Analis CIR juga menemukan media nasional sekelas koran Kompas saja dapat terjebak pemihakan politik. Pada liputan tanggal 3 April 2014 (halaman 4), Kompas menyajikan berita panas "Menggoyang PDIP di Jawa Tengah". Anehnya, dalam infografis disebut nama partai secara berurut: Nasdem, PKB, PDIP, PKS, Golkar, Gerindra, Demokrat, PAN, PPP, Hanura, PBB, dan PKPI.
Infografis Kompas melakukan kekeliruan fatal karena partai nomor urut 3 mestinya adalah PKS, sedang PDIP nomor 4. Mengapa itu bisa terjadi?

"Redaksi Kompas harus menjelaskannya. Namun, dalam mitologi China memang diyakini angka 4 berarti kematian/stagnansi. Karena itu, mungkin pendukung PDIP tak begitu suka dapat nomor 4. Tapi, kesalahan Kompas bisa membawa berkah bagi PKS, karena pendukung PDIP bisa mencoblos nomor 3," sahut Sapto.

Suasana di masa kampanye jelas membuat banyak pihak panik, termasuk para sponsor politik dan pemilik media massa. Untuk itu, sikap cerdas para Pemilih diperlukan, agar tidak memilih partai yang curang atau membeli produk komersial yang diam-diam berpolitik. *


Share on :

0 komentar:

Posting Komentar

 
© Copyright Indonesia Bangkit ! 2013 - Redesigned by @defio84 | Powered by Blogger.com.
Template Design by Herdiansyah Hamzah | Published by Borneo Templates and Theme4all