[JAKARTA] Program Badan Pelayanan Jaminan Kesehatan (BPJS) yang telah
diberlakukan sejak 1 Januari 2014 lalu banyak dikeluhkan masyarakat.
Selain kurang sosialisasi juga tidak siap mengantisipasi membludaknya masyarakat yang akan mendaftar menjadi peserta BPJS.
“Sangat buruk pelayanannya,” ujar Ferry Maulana, warga Cilandak Barat, Jakarta Selatan yang mengeluhkan pelayanan BPJS di Graha Askes, Pancoran Jakarta Selatan saat akan mendaftar menjadi peserta BPJS kepada SP, Rabu (8/1).
Dikatakan dirinya sudah dua hari mendatangi kantor pelayanan tersebut untuk mencoba mendaftarkan diri menjadi peserta BPJS pada kelas 1 dengan biaya Rp 59.500 setiap bulannya, tetapi karena lambat dan buruknya pelayanan, sehingga dia memutuskan untuk tidak jadi mendaftar.
“Dari bagian informasi, antrean tiket loket, proses pendataan, hingga pos pembayaran tidak mampu memberikan pelayanan yang baik kepada masyarakat,” ujarnya kesal.
Petugas antrean tiket kewalahan menghadapi ribuan masyarakat yang datang dari seluruh wilayah Jakarta Selatan dan wilayah Jakarta lainnya. Bahkan, petugas loket ikut jadi emosi saat melayani pendaftar BPJS.
“Bahkan ada seorang ibu berusia lanjut pingsan saat mengantri. Padahal, program BPJS ini tidak gratis. Masyarakat diharuskan membayar setiap bulannya dengan kelas yang berbeda," kata Ferry.
Dikatakan, yang lebih membuat kesal pegawai administrasi BPJS bank Mandiri yang melayani proses pendataan hanya tiga orang.
Seorang terlihat melayani, dan dua lainnya bekerja tidak jelas hanya mengobrol, dan bergosip ria, tidak mengindahkan kekesalan warga yang lama antre.
Diceritakan pada Senin (6/1) sekitar pukul 09.15 WIB dirinya mendatangi Graha Askes Pancoran untuk mendaftar dirinya dan orang tuanya menjadi peserta baru BPJS.
Namun alangkah terkejutnya ketika datang ke tempat itu telah dipenuhi ribuan orang dan nomer antrian sudah mencapai 365 orang.
Saat menanyakan perihal syarat dan sebagainya, bagian pelayanan menjawab dengan nada judes dan tidak mengenakkan, sehingga banyak masyarakat yang datang ke graham tersebut masih belum paham terhadap program kesehatan pemerintah tersebut.
Bagian keluhan pendaftar BPJS di dalam juga enggan melayani keluhan calon pendaftar baru. Ada peserta yang datang sejak pukul 5 pagi tetapi tidak dapat tiket. Calon peserta itu komplain, namun tidak dilayani.
Pegawai BPJS itu mencuekkin komplain calon pendaftar BPJS dan asyik main BBM. Sementara bagian pembayaran BPJS Bank Mandiri juga lamban melayani pembayaran.
Melihat amburadulnya pelayanan pada Senin itu, akhirnya Ferry memutuskan datang keesokan harinya.
Esoknya, Selasa (7/1), Ferry mencoba mendaftar kembali kepersetaan BPJS. Justru pada Selasa antrian dan pelayanan BPJS kian amburadul dan tidak tertib.
Terlihat kertas-kertas berserakan di lantai, sehingga gedung Graha Askes seperti tempat pembuangan sampah, sangat kotor karena dipenuhi ribuan orang pendaftar BPJS.
Melihat amburadul dan tidak tertibnya pelayanan di graha tersebut, akhirnya dirinya dan banyak lagi warga yang akhirnya membatalkan menjadi peserta BPJS.
“Saya bersama warga lainnya yang kesal memilih tidak ikut peserta BPJS daripada stress melihat kondisi tersebut,” ujarnya.
Diungkapkan seharusnya, Kemenkes dan BPJS membagi lokasi pendaftaran per wilayah kecamatan atau setiap rumah sakit/puskesmas pemerintah, jangan lokasi pendaftaran disatukan menjadi satu tempat.
“Tidak hanya itu, pegawai BPJS yang menghadapi calon pendaftar harusnya ditraining terlebih dahulu agar mampu menjawab pertanyaan calon peserta dengan baik,” ujar Ferry dengan nada geram.*
Selain kurang sosialisasi juga tidak siap mengantisipasi membludaknya masyarakat yang akan mendaftar menjadi peserta BPJS.
“Sangat buruk pelayanannya,” ujar Ferry Maulana, warga Cilandak Barat, Jakarta Selatan yang mengeluhkan pelayanan BPJS di Graha Askes, Pancoran Jakarta Selatan saat akan mendaftar menjadi peserta BPJS kepada SP, Rabu (8/1).
Dikatakan dirinya sudah dua hari mendatangi kantor pelayanan tersebut untuk mencoba mendaftarkan diri menjadi peserta BPJS pada kelas 1 dengan biaya Rp 59.500 setiap bulannya, tetapi karena lambat dan buruknya pelayanan, sehingga dia memutuskan untuk tidak jadi mendaftar.
“Dari bagian informasi, antrean tiket loket, proses pendataan, hingga pos pembayaran tidak mampu memberikan pelayanan yang baik kepada masyarakat,” ujarnya kesal.
Petugas antrean tiket kewalahan menghadapi ribuan masyarakat yang datang dari seluruh wilayah Jakarta Selatan dan wilayah Jakarta lainnya. Bahkan, petugas loket ikut jadi emosi saat melayani pendaftar BPJS.
“Bahkan ada seorang ibu berusia lanjut pingsan saat mengantri. Padahal, program BPJS ini tidak gratis. Masyarakat diharuskan membayar setiap bulannya dengan kelas yang berbeda," kata Ferry.
Dikatakan, yang lebih membuat kesal pegawai administrasi BPJS bank Mandiri yang melayani proses pendataan hanya tiga orang.
Seorang terlihat melayani, dan dua lainnya bekerja tidak jelas hanya mengobrol, dan bergosip ria, tidak mengindahkan kekesalan warga yang lama antre.
Diceritakan pada Senin (6/1) sekitar pukul 09.15 WIB dirinya mendatangi Graha Askes Pancoran untuk mendaftar dirinya dan orang tuanya menjadi peserta baru BPJS.
Namun alangkah terkejutnya ketika datang ke tempat itu telah dipenuhi ribuan orang dan nomer antrian sudah mencapai 365 orang.
Saat menanyakan perihal syarat dan sebagainya, bagian pelayanan menjawab dengan nada judes dan tidak mengenakkan, sehingga banyak masyarakat yang datang ke graham tersebut masih belum paham terhadap program kesehatan pemerintah tersebut.
Bagian keluhan pendaftar BPJS di dalam juga enggan melayani keluhan calon pendaftar baru. Ada peserta yang datang sejak pukul 5 pagi tetapi tidak dapat tiket. Calon peserta itu komplain, namun tidak dilayani.
Pegawai BPJS itu mencuekkin komplain calon pendaftar BPJS dan asyik main BBM. Sementara bagian pembayaran BPJS Bank Mandiri juga lamban melayani pembayaran.
Melihat amburadulnya pelayanan pada Senin itu, akhirnya Ferry memutuskan datang keesokan harinya.
Esoknya, Selasa (7/1), Ferry mencoba mendaftar kembali kepersetaan BPJS. Justru pada Selasa antrian dan pelayanan BPJS kian amburadul dan tidak tertib.
Terlihat kertas-kertas berserakan di lantai, sehingga gedung Graha Askes seperti tempat pembuangan sampah, sangat kotor karena dipenuhi ribuan orang pendaftar BPJS.
Melihat amburadul dan tidak tertibnya pelayanan di graha tersebut, akhirnya dirinya dan banyak lagi warga yang akhirnya membatalkan menjadi peserta BPJS.
“Saya bersama warga lainnya yang kesal memilih tidak ikut peserta BPJS daripada stress melihat kondisi tersebut,” ujarnya.
Diungkapkan seharusnya, Kemenkes dan BPJS membagi lokasi pendaftaran per wilayah kecamatan atau setiap rumah sakit/puskesmas pemerintah, jangan lokasi pendaftaran disatukan menjadi satu tempat.
“Tidak hanya itu, pegawai BPJS yang menghadapi calon pendaftar harusnya ditraining terlebih dahulu agar mampu menjawab pertanyaan calon peserta dengan baik,” ujar Ferry dengan nada geram.*
0 komentar:
Posting Komentar