“Katakanlah kebenaran walaupun itu pahit” (Hadis Riwayat Ahmad, Ibn Hibban, al-Hakim)
Barangkali pernah kita mendengar hadis di atas dalam ceramah-ceramah di
masjid-masjid atau majelis-majelis taklim. Sebuah hadis yang cukup
populer teksnya namun ternyata kurang populer tafsirnya.
Sejenak kalau kita perhatikan hadis ini hadis yang simpel ditafsirkan.
Katakan saja kebenaran walaupun (kebenaran) itu (terasa) pahit. Begitu
dengan mudahnya kita artikan. Tapi kalau saya tanya balik "pahit untuk
siapa?" Mungkin kita akan kembali berfikir ulang, "Oh iya ya? Buat siapa
ya?"
Nah, kita akan bahas secara ringkas sebenarnya seperti apa sih ceritanya
ketika Nabi SAW mengatakan hadis ini, kepada siapa Nabi SAW berkata,
dan apa maksudnya.
Hadis ini bermula dari pertemuan Nabi SAW dengan seorang pedagang
buah(maaf saya lupa dimana, mungkin nanti bisa dikoreksi). Sang pedagang
ini nampaknya sedang mengalami kegalauan yang sangat, terlihat dari
raut wajahnya ia nampak kebingungan yang luar biasa ketika Rasulullah
SAW menghampirinya.
Lalu Rasulullah SAW pun bertanya kepadanya ada apakah gerangan. Sang
penjual buah ini pun menceritakan sebab kegalauannya pada Nabi SAW.
"Begini yaa Rasul, saya biasa memesan buah kepada si fulan untuk saya
jual kembali. Tapi kali ini saya kecewa lantaran buah yang dikirim tidak
sebagus biasanya. Saya bingung apa yang harus saja jelaskan kepada para
pelanggan saya nanti."
Kemudian Rasulullah SAW menjawab "Katakanlah kebenaran walaupun itu
pahit." Maksudnya adalah, katakanlah kebenaran(bahwa buah yang kamu jual
kali ini kualitasnya tidak bagus) walaupun itu pahit(bagimu).
Jadi begitulah kira-kira sejarah hadis ini berlangsung. Seringkali kita
yang awam dengan mudahnya mengimplementasikan hadis ini ketika kita
ingin mengkritisi seseorang. Seakan-akan hadis ini menjadi pembenaran
bahwa kita boleh "mencela" orang lain atas kesalahannya karena kita
membawa "kebenaran".
Jikalau itu yang kita artikan, lalu bagaimana dengan surat al-Nahl ayat
125 yang di sana Allah berkata "Serulah mereka kepada jalan Tuhanmu
dengan hikmah, dan bantahlah dengan bantahan yang baik."? Tentu akan
menjadi bertentangan bukan?
Maka dengan tahunya kita sejarah hadis tadi, kita menjadi semakin faham
bahwa tidaklah baik bagi seorang Muslim menasehati Muslim lainnya dengan
cara yang tidak ahsan(baik) sehingga orang yang kita nasehati tersakiti
hatinya. Menyampaikan kebenaran haruslah dengan cara-cara yang benar
pula, sehingga kebenaran itu menjadi sempurna, untuk kita, dan untuk
mereka. [tarqiyah]
Wallahu a'lam bisshowab
Oleh : Chandra Alif Irawan
0 komentar:
Posting Komentar