TEORI
CONTRUCTIVISM
Menjelang pemilihan umum 2014, publik
Indonesia makin diramaikan dengan berbagai pemberitaan kasus korupsi yang
melibatkan elit – elit partai politik yang ditangani oleh Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK). Sebagian kasus sudah memiliki ketetapan hukum berdasarkan
putusan pengadilan, sebagian sedang menjalani proses hukum dan sebagian masih
menjalani proses penyidikan.
Pada bulan September 2012
Kementerian Sekretariat Negara mempublikasikan catatan pemberian izin
penyelidikan dan penyidikan pejabat negara dan anggota dewan yang terlibat kasus
hukum. Namun Sekretariat Negara tidak memerinci berapa jumlah pejabat yang
hanya terlibat kasus korupsi. Berikut ini adalah data yang dirilis Sekretariat
Kabinet berdasarkan partai politik induk para pejabat negara terduga korupsi
dan pelaku tindak pidana umum tersebut:
Peringkat 1: Partai Golkar 64 orang
(36,36 persen),
Peringkat 2: PDI-P 32 orang (18,18
persen),
Peringkat 3: Partai Demokrat 20
orang (11,36 persen),
Peringkat 4: PPP 17 orang (3,97
persen);
Peringkat 5: PKB 9 orang (5,11
persen),
Peringkat 6: PAN 7 orang (3,97
persen),
Peringkat 7: PKS 4 orang (2,27
persen),
Peringkat 8: PBB 2 orang (1,14
persen),
Peringkat 9: PNI Marhaen, PPD, PKPI,
Partai Aceh masing-masing 1 orang (0,56 persen),
Peringkat 10: Birokrat/TNI 6 orang
(3,40 persen),
Peringkat 11: Independen/non partai
8 orang (4,54 persen).
Peringkat 12: Gabungan partai 3
orang (1,70 persen).
Pada 30 Januari 2013, Presiden
Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang juga anggota DPR-RI, Luthfi Hasan Ishaaq
(LHI) ditangkap oleh KPK dan ditetapkan sebagai tersangka kasus impor daging
sapi di Kementerian
Pertanian. Kasus ini bermula dari penangkapan Ahmad Fathanah,
seorang teman dekat Luthfi yang awalnya diduga juga sebagai kader PKS, tetapi
kemudian dibantah oleh Anis Matta yang saat itu menjabat sebagai sekretaris
jenderal PKS. Bantahan ini diulangi oleh Fathanah sendiri di hadapan
pengadilan. LHI menjadi politisi PKS pertama yang menjadi tersangka KPK (http://id.wikipedia.org).
Kasus ini melebar dan berindikasi
pada Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) yang melibatkan para wanita, artis dan
selebritis nasional teman Ahmad Fathanah dalam aliran dananya. Kasus inipun
menjadi head line diberbagai media massa dan media sosial. Pemberitaan
tentang LHI dan PKS yang menyertakan nama – nama wanita ‘disekeliling’ Ahmad
Fathanah tentunya mencoreng citra PKS dimata publik sebagai partai Islam/dakwah
yang sebelumnya memiliki tag line bersih – peduli dan profesional.
PKS akhirnya melakukan suksesi
kepemimpinan dan konsolidasi internal dalam hitungan jam setelah
pengunduran diri LHI sebagai Presiden PKS dan digantikan oleh Anis Matta tanpa
ada gonjang ganjing politik di internal kader. PKS bahkan mampu
memenangkan kadernya pada dua pemilihan gubernur, yakni Jawa Barat dan Sumatera
Utara serta beberapa pilkada ditengah maraknya pemberitaan media terhadap LHI
yang membawa – bawa nama PKS.
Table
1. Kader PKS Memenangkan Pilkada
No
|
Nama
Pilkada
|
Posisi
Kader
|
Pengusung/
Koalisi
|
Pelaksanaan
|
1.
|
Pilgub Jawa Barat
|
Gubernur
|
PKS, PPP & Hanura
|
24
Februari 2013
|
2.
|
Pilkada Sukabumi – Jawa Barat
|
Wakil
Walikota
|
PKS dan Partai Demokrat
|
24
Februari 2013
|
3.
|
Pilgub Sumatera Utara
|
Gubernur
|
PKS, Hanura
|
7
Maret 2013
|
4.
|
Pilkada Kabupaten Hulu Sungai
Selatan (HSS) – Kalsel
|
Wakil
Bupati
|
PKS, Golkar, PKB dan PDIP
|
3
April 2013
|
5.
|
Pilkada Kabupaten Seruyan –
Kalteng
|
Bupati
|
Independen – PKS
|
4
April 2013
|
6.
|
Pilkada Kota Bandung – Jawa Barat
|
Wakil
Walikota
|
PKS - Gerindra
|
23
Juni 2013
|
7.
|
Pilkada Kabupaten Luwu – Sulawesi
Selatan
|
Wakil
Bupati
|
Golkar, PKS, PPP
|
18
September 2013
|
Sumber: www.pkspiyungan.org
PARADIGMA KONSTRUKTIVISME
Jesse Delia
menjelaskan, Constructivism is a communication theory that seeks to explain
individual differences in people’s ability to communicate skillfully in social
situations (Griffin. 2012 : 98). Konstruktivisme adalah teori komunikasi
yang berusaha untuk menjelaskan perbedaan individu dalam kemampuannya untuk
berkomunikasi terampil dalam situasi sosial.
Paradigma
konstruktivisme dapat ditelusuri dari pemikiran Weber yang menjadi ciri khas
bahwa prilaku manusia secara fundamental berbeda dengan prilaku alam. Manusia
bertindak sebagai agen dalam bertindak mengkonstruksi realias sosial. Cara
konstruksi yang dilakukan kepada cara memahami atau memberikan makna terhadap
prilaku mereka sendiri. Weber melihat bahwa individu yang memberikan pengaruh
pada masyarakat tetapi dengan beberapa catatan, bahwa tindakan sosial individu
berhubungan dengan rasionalitas. Tindakan sosial yang dimaksudkan oleh Weber
berupa tindakan yang nyata-nyata diarahkan kepada orang lain. Juga dapat berupa
tindakan yang bersifat “membatin”, atau bersifat subjektif yang mengklaim
terjadi karena pengaruh positif dari situasi tertentu (Sani. 2007: 1).
Sementara Deddy N. Hidayat (1999: 39) menjelaskan bahwa ontologi
paradigma konstruktivis memandang realitas sebagai konstruksi sosial yang
diciptakan oleh individu. Namun demikian, kebenaran suatu realitas sosial
bersifat nisbi, yang berlaku sesuai konteks spesifik yang dinilai relevan oleh
pelaku sosial.
Sejauh ini ada
tiga macam Konstruktivisme yakni konstruktivisme radikal; realisme
hipotesis; dan konstruktivisme biasa
(Suparno. 1997: 25).
1. Konstruktivisme
radikal hanya dapat mengakui apa yang dibentuk oleh pikiran kita. Bentuk
itu tidak selalu representasi dunia nyata. Kaum konstruktivisme radikal
mengesampingkan hubungan antara pengetahuan dan kenyataan sebagai suatu
kriteria kebenaran. Pengetahuan bagi mereka tidak merefleksi suatu realitas
ontologism obyektif, namun sebuah realitas yang dibentuk oleh pengalaman
seseorang. Pengetahuan selalu merupakan konstruksi dari individu yang
mengetahui dan tidak dapat ditransfer kepada individu
lain yang pasif karena itu konstruksi harus dilakukan sendiri olehnya terhadap
pengetahuan itu, sedangkan lingkungan adalah sarana terjadinya konstruksi itu.
2. Realisme
hipotesis, pengetahuan adalah sebuah hipotesis dari struktur realitas yang
mendekati realitas dan menuju kepada pengetahuan yang hakiki.
3. Konstruktivisme
biasa mengambil semua konsekuensi konstruktivisme dan memahami pengetahuan sebagai
gambaran dari realitas itu. Kemudian pengetahuan individu dipandang sebagai
gambaran yang dibentuk dari realitas objektif dalam dirinya sendiri.
Dari ketiga
macam konstruktivisme, terdapat kesamaan dimana konstruktivisme dilihat
sebagai sebuah kerja kognitif individu untuk menafsirkan dunia realitas yang
ada karena terjadi relasi sosial antara individu dengan lingkungan atau orang
di sekitarnya. Individu kemudian membangun sendiri
pengetahuan atas realitas yang dilihat itu berdasarkan pada struktur
pengetahuan yang telah ada sebelumnya, inilah yang oleh Berger dan Luckmann
disebut dengan konstruksi sosial.
Teori dan
pendekatan konstruksi sosial atas realitas Peter L Berger dan Luckmann telah
direvisi dengan melihat fenomena media massa sangat substantif dalam proses
eksternalisasi, subyektivasi dan internalisasi inilah yang kemudian dikenal
sebagai “konstruksi sosial media massa”. Menurut perspektif ini
tahapan-tahapan dalam proses konstruksi sosial media massa itu terjadi melalui:
tahap menyiapkan materi konstruksi; tahap sebaran kostruksi; tahap pembentukan
kosntruksi; tahap konfirmasi
(Burhan. 2007: 188-189). Penjelasannya adalah sebagai berikut:
1. Tahap
menyiapkan materi konstruksi : Ada tiga hal penting dalam tahapan ini yakni:
keberpihakan media massa kepada kapitalisme, keberpihakan semu kepada
masyarakat, keberpihakan kepada kepentingan umum.
2. Tahap
sebaran konstruksi: prinsip dasar dari sebaran konstruksi sosial media massa
adalah semua informasi harus sampai pada khalayak secara tepat berdasarkan
agenda media. Apa yang dipandang penting oleh media, menjadi penting pula bagi
pemirsa atau pembaca.
3. Tahap
pembentukan konstruksi realitas. Pembentukan konstruksi berlangsung
melalui: (1) konstruksi realitas pembenaran; (2) kedua kesediaan dikonstruksi
oleh media massa ; (3) sebagai pilihan konsumtif.
4. Tahap
Konfirmasi. Konfirmasi adalah tahapan ketika media massa maupun penonton
memberi argumentasi dan akuntabilitas terhadap pilihannya untuk terlibat dalam
pembetukan konstruksi (Burhan. 2007: 14).
PEMBAHASAN
Sering tidak disadari seseorang
bahwa realitas yang disampaikan media massa berbeda dari realitas yang
sesungguhnya terjadi. Lewat teks berita yang didengar dan dibacanya, seseorang
digiring untuk memahami realitas yang telah dibingkai oleh media massa.
Pemahamannya terhadap realitas tergantung pada realitas pola media massa. Ia
telah terperangkap oleh pola konstruksi media massa. Media massa selain
menginformasikan sesuatu tetapi juga memaknakan sesuatu lewat berita-berita
yang disuguhkan kepada khalayak.
Pandangan konstruksivisme memahami
tugas dan fungsi media massa berbeda dengan pandangan positivisme. Dalam
pandangan positivisme, media massa dipahami sebagai alat penyaluran pesan. Ia
sebagai sarana bagaimana pesan disebarkan dari komunikator (wartawan, jurnalis)
ke khalayak (pendengar, pembaca). Media massa benar-benar sebagai alat yang
netral, mempunyai tugas utama penyalur pesan. Tidak ada maksud lain. Kalau
media tersebut menyampaikan suatu peristiwa atau kejadian, memang itulah yang
terjadi. Itulah realitas yang sebenarnya. Tidak ditambah dan tidak dikurangi.
Dalam pandangan konstruktivisme,
media massa dipahami sebaliknya. Media massa bukan hanya saluran pesan, tetapi
ia juga subjek yang mengonstruksi realitas, lengkap dengan pandangan, bias, dan
pemihakannya. Di sini, media massa dipandang sebagai agen konstruksi sosial
yang mendefinisikan realitas. (Lihat Bennett, 1982: 287-288; Hidayat, 1999:
20). Pandangan tersebut menolak argumen yang menyatakan bahwa media sebagai
tempat saluran bebas. Berita yang kita baca dan kita dengar dari media bukan
hanya menggambarkan realitas, bukan hanya menunjukkan sumber berita, tetapi
juga konstruksi dari media itu sendiri. Lewat berbagai instrumen yang
dimilikinya, media ikut membentuk realitas yang terkemas dalam pemberitaan.
Namun pada sisi lain paradigma
konstruktivisme melihat realitas sosial sebagai konstruksi diciptakan oleh
individu yang merupakan manusia bebas. Sehingga individu menjadi penentu dalam
dunia sosial yang dikonstruksi berdasarkan kehendaknya. Manusia dalam banyak
hal memiliki kebebasan untuk bertindak di luar batas kontrol struktur dan
pranata sosialnya dimana individu melalui respon-respons terhadap stimulus
dalam dunia kognitifnya. Dalam proses sosial, individu manusia dipandang
sebagai pencipta realitas sosial yang relatif bebas di dalam dunia sosialnya.
Meskipun dalam banyak pemberitaan
para tersangka kasus daging sapi media cenderung mengaitkannya dengan PKS,
namun dalam beberapa pilkada baik pilkada gubernur maupun kabupaten/kota PKS
mampu memenangkan calonnya. Guru Besar Komunikasi Politik Universitas Pelita
Harapan (UPH), Tjipta Lesmana berpendapat, ada tiga faktor yang sangat
menentukan terpilihnya seorang pemimpin. Tiga faktor itu yakni: uang, mesin
politik, dan figur (fokus.news.viva.co.id). Sehingga sehebat apapun pemberitaan
terhadap PKS, ketika PKS mampu memaksimalkan mesin politik, financial yang
cukup serta menampilkan figur-figur yang ditampilkan memiliki nilai jual, maka
pada akhirnya masyarakat juga yang akan menentukan, sesuai dengan kontruksi
berfikir yang dianut oleh masyarakat tersebut.
DAFTAR
BACAAN
Bennett, Tonny.
1982. Media, Reality, Signification. Dalam Michael Gurevitch, Tonny Bennett,
dan James Wollacott (ed.). Culture, Society and the Media. London: Methuen.
Bungin, Burhan. 2007.
Sosiologi
Komunikasi : Teori, Paradigma dan Diskursus Teknologi Komunikasi di Masyarakat, Jakarta :
Kencana,
Hidayat, Deddy N. 1999.
Paradigma dan
Perkembangan Penelitian Komunikasi dalam Jurnal Ikatan Sarjana Komunikasi Indonesia,VolIII.
Jakarta: IKSI dan ROSDA.
Griffin, Em. 2012. A First Look at
Communication Theory. Eight Edition, McGraw Hill.
Suparno. 1997. Filsafat Konstruktivisme dalam
Pendidikan, Yogyakarta:
Kanisius.
DAFTAR SITUS INTERNET
Sani, M.
Abdul Halim. 2007. Teori-Teori Sosial; Dari Ilmu Sosial Sekuleristik Menuju
Ilmu Sosial Intergralistik. WordPress.com-weblog. Melalui
http://abdulhalimsani.wordpress.com/2007/09/06/teori-
[kompasiana]