Minggu, 11 Mei 2014

Sudut Pandang Psikologi : Pedhofilia, Apa Yang Dapat Kita Lakukan ? | By Sigit Nugroho

Tulisan ini dibuat sebagai salah satu  bentuk edukasi pada masyarakat umum, khususnya yang memiliki kepedulian lebih terhadap anak anak mengenai pedofilia, hal ini terkait dengan ramainya pemberitaan akhir akhir terkait dengan kasus pelecehan seksual di JIS dan kasus ‘emon’ di Sukabumi.

Pedofilia merupakan salah salah satu bentuk gangguan kejiwaan yang masuk dalam kelompok Gangguan Parafilia. Parafilia merupakan gangguan dalam pemenuhan dorongan seksual yang ditujukan pada Objek atau subjek yang tidak lazim dan dalam proses pemenuhan dorongan tersebut menimbulkan tekanan psikologis, pemaksaan dan ancaman kematian bagi korban. 

Diagnostice and statiscal manual of mental disorder Edisi ke V atau disingkat dengan DSMS V (panduan penggolongan berbagai macam gangguan kejiwaan yang digunakan oleh psikiater, psikolog dan sosial worker lainnya ), menyatakan ada beberapa kelompok gangguan parafilia adalah gangguan voyeurism (mengintai aktivitas orang lain yang sifatnya pribadi ), exhibisionosme (memamerkan organ genital), frotteuristik (menggosokkan tubuh ke orang lain yang tidak dikenal), gangguan seksual masokis (menikmati penganiayaan yang dilakukan pasangannya ) gangguan seksual sadime (mendapatkan kepuasan  seksual dengan melakukan penyiksaan/memperlakukan pasangan seperti budak), gangguan fetistik (mendapatkan kepuasan seksual dengan menggosokkan benda-benda ke tubuh) dan gangguan pedofilia - pemenuhan dorongan seksual yang difokuskan pada anak anak, minimal anak berusia 5 tahun lebih muda dari pelaku (dimana usia pelaku minimal 16 tahun). 
 
Masih dari sumber yang sama (DSM V) Prevalensi kejadian sekitar 3-5 % pada pria dan prevalensi pelaku pedofil pada wanita ada tapi jumlahnya tidak terdata. Di Indonesia sendiri, hingga saat ini belum ada data pasti terkait dengan jumlah pelaku Pedofil. Salah satu ciri yang ditemukan pelaku adalah ketertarikan pada anak-anak sejak pelaku berusia remaja.   

American psychiatric association psychiatric dalam laporannya yang terdapat dalam DSM V mengungkapkan Pedofil merupakan lifelong condition - artinya kondisi yang melekat seumur hidup, hal ini memberi indikasi sulitnya gangguan ini disembuhkan. Predisposisi kepribadian antisocial (ditandai dengan kecendrungan perlaku untuk melanggar norma atau aturan yang berlaku) juga dimiliki   oleh sebagian pelaku. 

Dilihat dari riwayat hidup pelaku juga didukung oleh literature yang ada menerangkan jika Pelaku Pedofilia pernah menjadi korban pelecehan seksual yang dilakukan orang dewasa ketika mereka masih kecil. Jika tidak mendapatkan penanganan serius, Ini merupakan siklus yang terus menerus, korban yang tidak mendapatkan penanganan lebih rentan menjadi Pelaku di kemudian hari. 

Proses pemulihan kondisi Psikologis untuk korban memerlukan koordinasi antar beberapa profesi seperti Dokter Anak, Psikiater, Psikolog. Masing masing profesi memiliki peran yang saling mendukung satu sama lain. 

Penanganan bagi korban pedofilia dari sisi Psikologi  sendiri cukup kompleks melibatkan penanganan yang terfokus pada anak yangdapat dilakukan dengan berbagai tehnik, misalnya : trauma-focused cognitive-behavioral therapy (cbt), trauma-focused integrative-eclectic therapy (iet),trauma-focused play therapy dan sebagainya. Dalam bentuk yang berbeda, orang tua juga mengalami trauma atas peristiwa yang dialami anak mereka, karena itu mereka juga perlu mendapatkan penanganan Psikologis. 

Hal terbaik yang dapat dilakukan semua pihak adalah melakukan tindakan preventif, pencegahan kekerasan seksual pada anak  lewat program edukasi yang ditujukan pada anak, orang tua dan sekolah. Salah satu bentuk program preventif bagi anak dapat berupa pengenalan lingkungan yang aman dan tidak mengancam bagi anak, melatih anak untuk  mengenali sinyal bahaya yang mungkin muncul dari situasi pelecehan seksual dan bagaimana mereka menanggapi situasi ini. 

Orang Tua dan Guru dapat diajarkan tehnik assesment praktis, terkait identifikasi anak anak yang mungkin mengalami kekerasan seksual.













by Sigit Nugroho, S.Psi, M.Psi
Psikolog Riau
Dekan Fakultas Psikologi Universitas Islam Riau (UIR)
Share on :

0 komentar:

Posting Komentar

 
© Copyright Indonesia Bangkit ! 2013 - Redesigned by @defio84 | Powered by Blogger.com.
Template Design by Herdiansyah Hamzah | Published by Borneo Templates and Theme4all