Sekretaris Fraksi PKS di DPR Abdul Hakim menilai, negara harus
melindungi rakyat dari dampak minuman beralkohol atau minuman keras,
karena itu fraksinya mendukung disahkannya Rancangan Undang-Undang
Larangan Minuman Beralkohol.
“Rakyat harus dilindungi dari berbagai hal yang dapat merusak
kesehatan dan kecerdasan anak bangsa. Kewajiban negara untuk melindungi
rakyatnya dari dampak negatif pemakaian minuman berakohol,” kata Abdul
Hakim di Jakarta, diberitakan Antara, Selasa (14/1/2014).
Ia mengatakan, FPKS mendesak agar pijakan RUU itu adalah pelarangan
minuman beralkohol untuk diproduksi, dikonsumsi, dan didistribusikan
bagi masyarakat.
Abdul menilai, seharusnya isi peraturan itu bukan pengaturan yang
memberikan keleluasaan terhadap peredaran miras, namun pelarangan miras
sendiri.
“Di Papua sudah ada Peraturan Daerah tentang persoalan larangan
penjualan dan pemakaiannya. Hal itu lebih maju karena ada kepentingan
anak bangsa terutama ditinjau dari segi kesehatan,” ujarnya.
Abdul menilai, penggunaan minuman beralkohol dapat diizinkan hanya untuk kepentingan tertentu saja dengan syarat ketat.
Menurut dia, menjadikan industri minuman beralkohol sebagai sumber
pendapatan merupakan kontra produktif dengan keinginan melindungi anak
bangsa dari dampak negatifnya.
“Pijakannya bukan hanya pengaturan yang ditinjau dari ekonomi.
Pengecualian untuk penggunaan obat-obatan bagi kepentingan medis,”
katanya.
RUU Larangan Minuman Beralkohol merupakan RUU Usul Inisiatif Fraksi
PPP DPR RI. RUU ini telah masuk dalam Daftar Prolegnas RUU Prioritas
tahun 2013 Nomor Urut 63 dengan Judul RUU Pengaturan Minuman Beralkohol.
Di dalam Naskah akademik RUU disebutkan beberapa dampak negatif
minuman beralkohol antara lain GMO (Gangguan Mental Organik) yang
mengakibatkan perubahan perilaku, seperti bertindak kasar, sehingga
bermasalah dengan keluarga, masyarakat, dan kariernya. Perubahan
fisiologis, seperti mata juling, muka merah, dan jalan sempoyongan.
Kemudian, perubahan psikologi, seperti susah konsentrasi, bicara
melantur, mudah tersinggung, dan lainnya.
Presiden SBY pada 6 Desember 2013 menerbitkan Peraturan Presiden
(Perpres) nomor 74 tahun 2013 tentang Pengendalian Minuman Berakohol
(Mihol). Pemerintah secara resmi menetapkan bahwa minuman beralkohol
boleh beredar kembali dengan pengawasan.
Dalam Perpres tersebut, mihol dikelompokkan dalam tiga golongan.
Pertama, mihol golongan A adalah minuman yang mengandung etil alkohol
atau etanil (C2H5OH) dengan kadar sampai dengan 5 persen.
Kedua, mihol golongan B adalah minuman yang mengandung etil alkohol
atau etanol dengan kadar lebih dari lima sampai 20 persen. Ketiga, mihol
golongan C, yaitu minuman yang mengandung etil alkohol atau etanol
dengan kadar lebih dari 20-55 persen. *
0 komentar:
Posting Komentar