Semarang – Di akhir acara Dialog
Kebangsaan bertajuk “Mencari Pemimpin Indonesia, dari Kampus untuk
Negeri”, Hanta Yuda, MA selaku moderator meminta para pembicara
memberikan persembahan kepada peserta yang memenuhi Ruang Auditorium
Universitas Negeri Semarang (UNNES), Senin (13/1).
Maka tampillah Dr. Wiranto, Dr. (HC)
Sutiyoso, dan Dr. Syahrul Yasin Limpo dengan lagu andalan masing-masing.
Tibalah giliran Anis Matta. Tokoh muda kelahiran Makasar 45 tahun yang
lalu itu tersenyum, kemudian dengan tenang menyapa peserta.
“Saya ini lelaki yang suka puisi. Dan
sering juga menulis puisi. Maka pada kesempatan ini, saya ingin
membacakan sebuah puisi untuk kawan-kawan,” kata Anis. Persembahan Anis
yang berbeda dari pembicara yang lain itu langsung mendapat perhatian
peserta.
“Cinta Tanpa Definisi,” Anis menyebut
judul puisinya secara perlahan. Seisi ruangan yang didominasi anak muda
itu riuh dengan tepuk tangan. Terdengar siulan dari arah peserta. Banyak
juga yang tersenyum-senyum sendiri.
“Seperti angin membadai / Kau tak
melihatnya / Kau merasakannya / Merasakan kerjanya saat ia memindahkan
gunung pasir di tengah gurun / Atau merangsang amuk gelombang di laut
lepas / Atau meluluhlantakkan bangunan-bangunan angkuh di pusat kota
metropolitan,” Anis menjeda puisinya.
Seisi ruangan senyap.
Kemudian Anis melanjutkan, “Begitulah cinta / Ia ditakdirkan jadi kata tanpa benda / Tak terlihat / Hanya terasa / Tetapi dahsyat!” Sontak seisi ruangan kembali riuh dengan tepuk tangan.
Jauh hari sebelum ditunjuk sebagai
presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Anis Matta memang lebih dahulu
dikenal sebagai sosok penulis produktif. Beberapa bukunya, seperti Serial Cinta, Dari Gerakan ke Negara, dan Mencari Pahlawan Indonesia,
mendapat apresiasi luas dari masyarakat, terutama kalangan anak muda.
Pada tulisan-tulisannya itu, seringkali ditemui kutipan puisi.
Puisi-puisi tersebut ada yang merupakan karya Anis, ada juga karya
penyair kenamaan, seperti Iqbal, Chairil Anwar, dan Sapardi Djoko
Damono.*
0 komentar:
Posting Komentar