Politik uang jangan sampai mewarnai pelaksanaan Pemilihan Umum 2014
karena akan melahirkan kepemimpinan kuasi (semu), demikian harapan yang
disampaikan Pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia R.
Siti Zuhro.
"Jika lebih berorientasi pada faktor akseptabilitas semu dan
mengabaikan faktor visi, kapabilitas, dan integritas, akan melahirkan
'quasi leadership' (kepemimpinan kuasi/kuasipimpinan, red.)," kata dia,
ketika dihubungi dari Semarang, Minggu (2/2).
Menyinggung soal pemimpin yang mumpuni hingga sekarang belum muncul,
Prof. Wiwieq--sapaan akrab R. Siti Zuhro--mengungkapkan bahwa selama
ini ada deviasi yang mewabah dalam proses rekrutmen pemimpin di banyak
bidang yang lebih berorientasi pada faktor akseptabilitas semu.
"Akseptabilitas semu yang semata-mata didasarkan atas popularitas,
koneksitas (nepotisme), uang (money politics), nasab (keturunan)," kata
dosen tetap pada Program Studi Magister Ilmu Komunikasi Program
Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Jakarta dan Riau itu.
Alumnus Curtin University, Perth, Australia, itu lantas memaparkan
tiga karakter kepemimpinan kuasi, yakni "attitude", lebih sebagai
politikus daripada pemimpin; "behaviour", lebih transaksional daripada
transformatif; dan "actions/decisions", lebih simbolis daripada
fungsional.
Prof. Wiwieq lantas menjelaskan indikator perilaku politikus versus
pemimpin. Kalau politikus lebih "power oriented" atau berusaha
memperoleh, mengelola, dan mempertahankan kekuasaan. Dalam hal ini,
kekuasaan adalah tujuan.
Sebaliknya, pemimpin lebih berorientasi pada idealisme/tujuan dengan
memanfaatkan kekuasaan yang diberikan atau tidak terpesona dengan
kekuasaan, dan berani kehilangan kekuasaan demi cita-cita yang diyakini.
"Contohnya Hatta dan Gandhi yang menjadikan kekuasaan alat untuk
mencapai tujuan," kata Prof. Wiwieq yang juga alumnus jurusan Ilmu
Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP)
Universitas Jember. *
0 komentar:
Posting Komentar