Bumi tidak cukup untuk
dibagi bersama. Manusia sudah terlalu banyak untuk sumber daya yang
terlalu sedikit. itu doktrin Robert Malthus kepada Barat. Maka dunia pun
berubah jadi rimba raya: mari kita adu kuat untuk merebut sumber daya
bumi.
Sejak itu kompetisi lantas jadi bahasa sosial, ekonomi dan politik.
Watak kita adalah keserakahan. Tidak ada cinta yang memungkinkan
kita saling berbagi. Dua puluh lima persen penghuni bumi yang bermukim
di belahan utara menguasai tujuh puluh lima persen kekayaan bumi.
Sementara tujuh puluh lima persen penduduk bumi yang ada dipojok selatan
dunia harus berbagi atas dua puluh lima persen kekayaan yang tersisa.
Padahal sebagian besar sumber daya alam justru dititip Tuhan di belahan
selatan. Inilah imperialisme: mereka menciptakan kesejahteraan diatas
penderiataan bangsa lain.
Itu yang terjadi ketika cinta lenyap dari kehidupan kita.
Tidak ada kedermawanan kolektif yang membuat kita mau berbagi. Inilah
penyakit eksistensial Barat saat ini, kata Erich Fromm. Cinta sudah
habis pupus dari jiwa Barat. Mereka tak lagi punya cinta. Mereka tak
lagi sanggup mencintai. Bumi pun jadi sempit dan sumpek. Bahkan terasa
seperti neraka: setiap jengkal tanahnya, setiap jenak suasananya adalah
panas. Tak ada ruang yang membuat kita merasa nyaman menghuninya.
Cintalah yang memungkinkan kita mengubah dunia kita jadi sepenggal
firdaus. Bumi akan terasa nyaman dihuni sumber kehidupan, kalau kita mau
berbagi atas nama cinta. Keserakahanlah yang membuat bumi jadi sempit.
Kalau sedekah tidak mengurangi kekayaan, seperti sabda Rosulullah saw,
maka berbagi tidak akan membuat kita kekurangan. Apalagi miskin.
Serakah mendorong orang jadi pelit dan angkuh. Sebab serakah
adalah cara merebut kekayaan, sementara pelit dan angkuh adalah cara
mempertahankannya. Maka kemiskinan pun mengubah orang jadi pendendam.
Sebab ketidakberdayaan mendorong mereka mencari kambing hitam. Mereka
itulah kambing hitamnya: orang-orang kaya yang telah mengalahkan mereka
dalam pergulatan sosial ekonomi.
Konflik sosial kita sesungguhnya selalu tercipta di garis batas itu:
antara orang kaya yang pelit dan angkuh dengan orang miskin yang apatis
dan pendendam. Bukan kesenjangan menciptakan menciptakan
konflik. Tapi serakah dan pelitlah yang membuat orang-orang miskin
merasakan pahitnya mesenjangan itu. Maka mereka bereaksi: jarah,
hancurkan kekayaan mereka! Mereka tidak jadi kaya dengan menjarah. Tapi
mereka puas. Dendam mereka lepas tuntas.
Hanya cinta yang dapat merekatkan mereka. Bersedekahlah, kata
Rasulullah saw, sebab itu akan menghilangkan dendam orang-orang miskin.
sumber : http://rumahkeluarga-indonesia.com/sepenggal-firdaus-2-5786/
0 komentar:
Posting Komentar