GAZA - Sopir taksi Gaza, Kahmis Kaud,
bersama dengan istri dan sembilan anak-anak, harus meninggalkan rumah
ketika badai musim dingin mulai penerjang Jalur Gaza pekan lalu.
Ketika badai "Alexa," mereda, keluarga Kaud itu kembali ke rumah mereka, namun separuh dari rumah mereka rusak oleh badai, sementara setengah lainnya terendam air.
Tidak ada tempat yang bisa menampung anak-istri Kaud, kecuali taksinya yang sudah tua. Bantuan sangat diharapkan Kaud untuk memperbaiki rumahnya.
"Saya benar-benar kasihan kepada istri dan anak-anak saya," ujar Kaud, yang berusia lima puluhan, kepada Anadolu Agency, sebagaimana dilansir worldbulletin.net, Sabtu 21 Desember.
"Mobil ini terlalu kecil untuk menampung mereka semua."
Sejumlah besar rumah di Jalur Gaza rusak oleh badai, sementara ratusan keluarga harus mengungsi. Pemerintah tidak mampu menangani krisis karena kekurangan peralatan dan dana, memaksanya untuk menyatakan bahwa kondisi Gaza sangat 'tertekan'.
Ketika banjir bandang melanda, Kaud dan keluarganya baru saja menuju ke tempat tidur. Beberapa menit kemudian, mereka mendengar orang-orang berteriak di luar.
Ketika ia melihat keluar jendela, Kaud melihat banjir menerjang rumah-rumah.
"Saya bangunkan istri dan anak-anak saya dan membawa mereka naik ke atap," kenang Kaud.
Mereka akhirnya diselamatkan oleh personel pertahanan sipil, yang mengantar mereka bersama dengan ribuan warga Gaza lainnya ke kamp-kamp darurat yang telah didirikan di sekolah-sekolah. Selama berhari-hari, Kaud mengatakan kepada istrinya dan sembilan anak-anak bahwa mereka akan segera kembali ke rumah. Tapi itu tidak terjadi.
Tidak ada yang tersisa dari rumah mereka yang sederhana selain tumpukan pecahan batu bata dan besi-besi, semua perabotan mereka telah rusak karena banjir.
Sekarang, taksi Kaud telah menjadi rumah baru bagi keluarga, di mana empat anak-anak tidur di bagasi, tiga di kursi belakang dan dua di kursi depan dengan ibu mereka. Kaud berada diluar untuk menjaga keluarganya meski angin dingin menerjang hingga menusuk tulang.
Kaud hanya tidur saat pagi, ketika anak-anak pergi ke sekolah. Dia hanya bisa tidur siang singkat, namun, karena ia harus segera bekerja menjalankan taksinya untu memberikan makan keluarganya.
Ketika anak-anak kembali dari sekolah, Kaud dan istri menggelar seprei untuk makan siang bersama.
Sekarang, harapan terbesar keluarga Kaud adalah untuk sekali lagi memiliki atap di atas kepala mereka.
Ketika badai "Alexa," mereda, keluarga Kaud itu kembali ke rumah mereka, namun separuh dari rumah mereka rusak oleh badai, sementara setengah lainnya terendam air.
Tidak ada tempat yang bisa menampung anak-istri Kaud, kecuali taksinya yang sudah tua. Bantuan sangat diharapkan Kaud untuk memperbaiki rumahnya.
"Saya benar-benar kasihan kepada istri dan anak-anak saya," ujar Kaud, yang berusia lima puluhan, kepada Anadolu Agency, sebagaimana dilansir worldbulletin.net, Sabtu 21 Desember.
"Mobil ini terlalu kecil untuk menampung mereka semua."
Sejumlah besar rumah di Jalur Gaza rusak oleh badai, sementara ratusan keluarga harus mengungsi. Pemerintah tidak mampu menangani krisis karena kekurangan peralatan dan dana, memaksanya untuk menyatakan bahwa kondisi Gaza sangat 'tertekan'.
Ketika banjir bandang melanda, Kaud dan keluarganya baru saja menuju ke tempat tidur. Beberapa menit kemudian, mereka mendengar orang-orang berteriak di luar.
Ketika ia melihat keluar jendela, Kaud melihat banjir menerjang rumah-rumah.
"Saya bangunkan istri dan anak-anak saya dan membawa mereka naik ke atap," kenang Kaud.
Mereka akhirnya diselamatkan oleh personel pertahanan sipil, yang mengantar mereka bersama dengan ribuan warga Gaza lainnya ke kamp-kamp darurat yang telah didirikan di sekolah-sekolah. Selama berhari-hari, Kaud mengatakan kepada istrinya dan sembilan anak-anak bahwa mereka akan segera kembali ke rumah. Tapi itu tidak terjadi.
Tidak ada yang tersisa dari rumah mereka yang sederhana selain tumpukan pecahan batu bata dan besi-besi, semua perabotan mereka telah rusak karena banjir.
Sekarang, taksi Kaud telah menjadi rumah baru bagi keluarga, di mana empat anak-anak tidur di bagasi, tiga di kursi belakang dan dua di kursi depan dengan ibu mereka. Kaud berada diluar untuk menjaga keluarganya meski angin dingin menerjang hingga menusuk tulang.
Kaud hanya tidur saat pagi, ketika anak-anak pergi ke sekolah. Dia hanya bisa tidur siang singkat, namun, karena ia harus segera bekerja menjalankan taksinya untu memberikan makan keluarganya.
Ketika anak-anak kembali dari sekolah, Kaud dan istri menggelar seprei untuk makan siang bersama.
Sekarang, harapan terbesar keluarga Kaud adalah untuk sekali lagi memiliki atap di atas kepala mereka.
sumber : muslimdaily.net
0 komentar:
Posting Komentar