Membiarkan jemariku berinteraksi dengan keypad
handphone untuk meninggalkan jejak kebaikan. Membiarkannya tuliskan apa yang
terpikirkan dan dirasakan. Mungkin takkan banyak yang ia tuangkan, tapi aku pun
takkan mencegahnya jika ia sampaikan lebih dari yang kupikirkan.
Kau tahu kawan? Bagaimana gelap dan pekatnya malam?
Atau sepinya malam tanpa kilauan bintang? Sangat mengerikan. Entah bagaimana
pandanganmu tentang ini. Aku takkan memaksamu sepaham denganku, tapi mari
sejenak kita renungkan.
Siapa di antara kalian yang tahu, kapan waktu kita
berpulang? Atau, adakah di antara kalian yang tahu bagaimana keadaan saat
kembali pada Penggenggam jiwa? Aku yakin, tak seorang pun mengetahuinya. Dan
kau pun meyakininya, aku yakin itu. Sangat yakin.
Di sela mengerjakan tugas perkuliahan, membuka-buka
folder tempat video kusimpan. Pilihan jatuh pada satu judul yang tak pernah
bosan kuputar ulang. Pada satu judul yang mungkin kan sering kuputar ulang,
untuk mencari spirit yang hilang. Sang Murobbi. Ya..., itulah judulnya.
Ada banyak hikmah terkandung di dalamnya. Tapi kali
ini, aku hanya ingin menyoroti dua ayat yang dibaca ketika pemeran Ustadz
Rahmat shalat (setelah ibunya berat melepas kepergiannya untuk belajar di
Mesir). Al-Hasyr (59) ayat 18-19.
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan
hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok
(akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa
yang kamu kerjakan. Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada
Allah, lalu Allah menjadikan mereka lupa kepada mereka sendiri. mereka Itulah
orang-orang yang fasik”.
Dengan segala keterbatasan pengetahuanku, tak ingin
kusampaikan lebih dari apa yang aku pahami tentang pesan cintaNya tersebut. Tapi
akan kucoba sampaikan sebagai pengingatmu, terlebih bagiku.
Sering kali kita membuat rencana masa depan yang
sifatnya hanya cita yang hendak dicapai dalam kehidupan dunia, tak lebih.
Mempersiapkan segala bentuk perbekalan agar tak kekurangan persiapan selama
perjalanan. Dan sering pula, kita lupa akan ada kehidupan yang berkekalan...,
kampung akhirat.
“...dan
hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok
(akhirat)...”. Mari tanya pada hati, sudahkah??? Saudaraku..., telah Allah
sampaikan lewat pesan-pesan cintaNya bahwa kehidupan dunia hanyalah sementara,
dan yang berkekalan adalah kehidupan setelahnya, akhirat. Tapi mengapa sangat
jarang kita mengingatnya, sedang kematian kapan saja datangnya. Ia tak peduli
masa, tak peduli siapa, tak peduli dimana, dan tak peduli bagaimana keadaan
kita ketika menghadapinya.
Aku pun tak tahu bagaimana aku ketika menghadapinya,
ketika tiba masanya. Dan aku tak sedikitpun tahu kapan dan dimana aku
dihadapkan padanya. Tapi kembali aku ingatkan kepadamu, terlebih kepadaku.
Siapkanlah perbekalan terbaik sebagai persembahan untuk Ia yang menciptakan dan
mematikan semua makhluk. Gemetar jemari menuliskan ini kawan. Tak tahu ia
apakah setelah menuliskan ini dapat kembali menari di atas huruf-huruf tertata?
Tak tahu pula apakah tulisan ini sudah kalian baca ataukah masih tersimpan.
Hanya bermohon sederhananya tiap ketikan beroleh keberkahan.
Deras hujan suaranya masih sayup terdengar, dari luar
kamar rumah kontrakan. Tapi mata masih terjaga dalam penglihatannya, menatap
tiap huruf yang tampak di hadapan. Sesekali kupandangi tiap sudut ruang. Oh
Allah..., apakah di sini ataukah dimana? Apakah kini ataukah nanti? Bagaimana
keadaanku nanti ketika ajal di hadapan? Saat nyawa lepas dari raga, saat tak
ada lagi kesempatan berbenah diri, saat tak ada lagi kesempatan menghambakan
diri.
Duhai Allah, aku masih ingin terjaga dalam sadarku.
Mengingat kembali perjalanan sehari, ahh..kenapa hanya sehari? Aku tak mampu
menghitung salahku jika harus kuingat kembali perjalanan hingga kini, karena
sungguh mungkin sudah menumpuk di catatan malaikat Atid. Bagaimana catatanku di
malaikat Raqib yaaa??? Oh Allah..., aku ingin menghisab diriku kini sebelum
Engkau menghisabku nanti.
Sudah hampir berganti hari, tapi aku masih sadarkan
diri. Mata enggan tertutup, membayangkan jika esok mungkin sudah tak lagi
menatap indahnya pagi. Allah..., bolehkah aku meminta? Ahh..aku yakin Kau
membolehkannya. Iya kan, Allah... J
Pintaku padaMu...
Jika sangkaku tak baik kepadaMu, mampukan aku
bersihkan hati agar hanya sangka baik yang kupikirkan.
Jika pikirku tak sejalan denganMu, mampukan aku
bersihkan hati agar hanya pikir lurus yang kulakukan.
Jika jalanku tak searah denganMu, mampukan aku
bersihkan hati agar langkahku terarah padaMu.
Jika langkahku berbelok dari jalanMu, mampukan aku
kembali sebelum aku kembali padaMu.
Jika kembaliku tak kepadaMu, sungguh aku takkan mampu.
Maka mampukan aku senantiasa menghambakan diri padaMu.
Oh Allah..., dimanapun, kapanpun aku kembali, hanya
satu pintaku...matikan aku dalam penghambaan tunduk patuh kepadaMu. [tarqiyah]
Oleh : Hajiah Nurdiani
0 komentar:
Posting Komentar